Senin, 12 Desember 2011

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematic , yaitu ketidak tentuan. Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa ; pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan mereka berkembang.
 Definisi pendidikan secara lebih khusus sebagaimana di kemukakan oleh Ali Saifullah,  bahwa pendidikan ialah suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan , baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif ( daya pengetahuan), affektif ( aspek sikap) maupun psikomotorik ( aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan. Persoalan-persoalan pendidikan tersebut menurut Burlian Somad secara garis besar meliputi hal sebagai berikut : Adanya ketidak jelasan tujuan pendidikan, ketidak serasian kurikulum, ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap, adanya pengukuran yang salah ukur serta terjadi kekaburan terhadap landasan tingkat-tingkat pendidikan.
1.    Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan
Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan seterusnya. Namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn  manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan  yang ada, bahkan terjadi sebaliknya, yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.
2.    Ketidak Serasian Kurikulum
Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran yang beraneka ragam, sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran.
Sehingga pengajaran yang berlangsung kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan  dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.
3.    Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.
Masih banyak di jumpainya suatu slogan yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi” , menunjukkan suatu gambaran betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Pada hal menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya, sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan pribadi-pribadi yang  memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.
4.    Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur.
Dalam masalah pengukuran terhadap hasil belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi, ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif , di mana pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan yang sebenarnya.
5.    Adanya Kekaburan Landasan Tingkat-Tingkat Pendidikan.
Selama bertahun-tahun nampaknya tidak ada yang meninjau kembali tentang penjenjangan tingkat pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.Apakah hasil penjenjangan selama ini di dasarkan atas tingkat perkembangan pisik dan psikis anak didik ataukah sekedar terjemahan saja dari tingkat-tingkat pendidikan yang dipakai umum di seluruh dunia, kalau itu masalahnya, kondisi anak didik kita jelas jauh berbeda dengan kondisi Negara-negara lain didunia, sehingga mustahil apabila harus diadakan persamaan. Ataukah didasarkan atas hasil penelitian empiris, apakah benar bahwa untuk menjadi seorang yang bercorak diri bernilai tinggi itu cukup memerlukan pembinaan selama masa waktu 17/24 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan di sekitar pendidikan kita yang selama ini belum diketemukan jawabannya.

SOLUSI PEMECAHAN TERHADAP PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Dalam menghadapi masalah ketidak jelasan tujuan pendidikan selama ini, perlu segera di rumuskan secara jelas variabel-variabel yang harus dicapai untuk masing-masing jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dalam arti penerapan hasil secara realistis yang dapat di rasakan dampaknya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dalam wacana pencapaian tujuan secara idialistis.
Untuk mengatasi ketidak serasian kurikulum , perlu di hilangkan kesan adanya pengindentikan sekolah hanyalah menanamkan teori-teori ilmu melulu, perlu menghilangkan kesan bahwa pendidikan itu identik dengan pengajaran, perlu meminimalisir kekeliruan langkah dalam pembuatan kurikulum yang kurang berorientasi terhadap kondisi riil pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Demikian pula dalam mengatasi ketiadaan tenaga pendidik yang berkualitas dan yang profesional, perlu merekrut sebanyak-banyaknya tenaga – tenaga dari lulusan lembaga pendidikan dengan keharusan memiliki kecakapan menguasahi ilmu-ilmu yang di perlukan bagi pembuatan standard kualitas minimal, tenaga yang menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan menejement pendidikanyang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih maju.
Syarat lainnya yang harus ada pada diri pendidik minimal, memiliki kedewasaan berfikir, kewibawaan, kekuatan kepribadian, memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang cukup, kekompakan sesama pendidik dalam satu team. Dan lain sebagainya.
Pengukuran dalam bidang pendidikan sangat menetukan  berkualitas atau tidaknya individu peserta didik, hal itu tergantung bagaimana alat ukur yang di pergunakan. Dalam kenyataannya masih banyak alat ukur yang dibuat secara sembarangan tanpa melalui proses standardisasi, sehingga alat ukur tersebut tidak bisa diandalkan, karena tidak valid dan tidak reliabel. Oleh sebab itu perlu membuat alat ukur  yang valid dan reliabel , disertai dengan pemberian nilai-nilai angka seobyektif mungkin tanpa terpengaruh oleh subyektifitas dan rekayasa, hanya dengan cara pengukuran seperti inilah yang dapat menjamin mutu hasil pendidikan yang diharapkan.
Pada akhirnya, untuk mencari solusi terhadap penjenjangan pendidikan , haruslah di dasarkan pada apa saja yang harus dibentukkan pada anak didik, perlu melakukan perhitungan secara seksana dengan melakukan experimen yang matang untuk menemukan fakta-fakta kebenaran baru dalam rangka meninjau kembali penjenjangan tingkat pendidikan yang selama ini di pedomani.


»»  READMORE...

KUMPULAN PUISI

Senin, 14 Juni 2010
Kumpulan Puisi

Oleh: HARYANI DINA (A1D1  08 018)
Contoh Puisi Tanggapan Tentang Cerita yang Sudah Ada

1. MALIN KUNDANG

                                                      Pagi yang indah
                                                      Embun turun merendah
                                                       Inilah suasana desa
                                                       Sedamai hati bunda
                                                       Kini malam datang
                                                       Sepi disemua pandang
                                                       Sang bunda kian bisu
                                                       Dan tak mampu membunuh rindu
                                                       Sang bunda makin pilu
                                                       Pangerannya tertidur di tengah keramaian
                                                       Terlalu lama
                                                       Ia tak tahu jalan pulang
                                                       Sang bunda datang menjemput pangerannya
                                                       Si Pangeran lupa pada sang bunda
                                                       Seperti kacang yang lupa pada kulitnya
                                                       Sang pangeran akhirnya terkutuk menjadi batu untuk   
                                                        selamanya.

                                                                                                                          Kendari, 28 Mei 2010

Contoh Puisi Orang

2. LA MPASOLE

                     Mpasole barangkali terlalu banyak harapan yang kau semat
                     Lewat bintang-bintang jernih di senja itu
                     Aku selalu berharap sedikit saja hingga satu genggam
                     Seperti cahaya bintang yang bersinar-sinar di matamu
                    Mpasole kelakuanmu  yang selalu mengupas isi hati   
                    Mencabik-cabik kepercayaan yang telah aku berikan
                    Dambaan rasa seisi senyuman hati
                    Menyusut dikesunyian jiwa bersama hayalan
                    Tantanganmu bukanlah bagaimana bisa tuk mengatasinya
                    Melainkan apa yang bisa dipetik sebagai pelajaran
                   Tapi bulan kali ini telah memegahkan pancarannya
                   Seperti setitik pelita.

                                                                                                            Kendari, 14 Mei 2010
 

Contoh Puisi Tempat

3. MOTONUNO

                                             Dambaan rindu mulai menggebur
                                            Terhadap danau wakambelo
                                            Bebatuan mengokohkan induknya
                                            Membatasi anak danau Motonuno
                                            Setapak jalan anak manusia
                                            Mulai terselibun lumut sehari
                                            Debur burung-burung
                                            Mengerumun bibir matahari pagi
                                            Yang berbasah-basahan dan berkicau riang
                                            Disekitar danau wakambelo
                                            Irama-irama pantun
                                            Mulai luluh di sekitar Motonuno
                                            Seiring awan yang enggan menipis mulai kabur.

                                                                                                                        Kendari, 16 Mei 2010
 

Contoh Puisi Renungan Tentang Benda

3. SEPATU

                                          Diantara semua tumpukan warna
                                          Berdasarkan ukuran dan diameter  yang berbeda
                                          Telah memiliki warna yang berbeda pula
                                          Ada putih, merah, hijau dan jingga
                                          Semua konsumen selalu butuh dia
                                          Meskipun di bawah dan di atas harga rata-rata
                                          Dalam setiap detak ia digunakan dimana-mana
                                          Kadang hujan dan panas terik
                                          Bahkan merasa tidak dirugikan
                                          Disetiap detik ia selalu diinjak-injak
                                          Selayaknya tidak memiliki harga diri sepenuhnya
                                          Setelah sobek ia dibuang begitu saja
                                          Tanpa dipikirkan ketulusannya
                                          Dibalik kepolesannya ia tetap tabah
                                          Karena ia tahu
                                          Tentang fungsi yang sesungguhnya.
                                                                                                                               Kendari, 27 Mei 2010


4. PERCIKAN LANGIT

                     Butir-butiran air yang jatuh
                     Turun pelan-pelan memanjangkan percikannya
                     Deti demi detik menggelegarkan suara gemuruh
                     Hingga menusuk benak dalam dada
                     Potongan-potongan kertas yang sebelumnya bebas menghembuskan  nafasnya
                     Mulai terbawa, terseret derasnya air yang mengalir
                     Dedaunan yang masih menguatkan argumentasinya
                     Turun dengan tangisan dibalik gelegar suara gerimis
                     Suara anak manusia pun telah menenggelamkan keadaan setempat
                     Ikut hening seiring derasnya percikan langit.

                                                                                                                               Kendari, 5 Mei 2010        

Puisi ini telah dibaca dan dikoreksi oleh:
1.    LA ODE GUSMAN NASIRU
2.    ZAINAL SURIANTO WAU
3.    WA ODE RIZKI ADI PUTRI
4.    KRISTIANA DEWI KUMALASARI

»»  READMORE...

SUMBER BERITA

SUMBER BERITA

Hal penting yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) yaitu sebagai berikut: 
1.    Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
2.    Proses wawancara.
3.    Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
4.    Partisipasi dalam peristiwa..
Pemahaman mengenai sumber berita adalah peristiwa atau pendapat yang dijadikan bahan untuk berita. Dalam hal ini  ia berarti peristiwa dan manusia.Sumber berita pada dasaranya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.    Sumber berita peristiwa / kejadian.
2.    Sumber berita pendapat (manusia).
3.    Sumber berita yang merupakan perpaduan antara peristiwa dan pendapat.
Perlu dingat dan dicamkan bahwa setiap peristiwa yang akan diangkat menjadi berita, haruslah merupakan fakta yang sebenarnya terjadi.Dengan pemahaman bahwa :
1.    Memberitakan apa adanya sesuai dengan apa yang terjadi.
2.    Tidak memelintir fakta yang ada.
3.    Peristiwa tersebut tidaklah dikreasikan / direkayasa.
4.    Membuat berita bukan atas pesanan orang lain.
Apabila kita melakukan salah satu dari point tersebut  berarti telah membohongi publik serta melakukan pelanggaran hukum dan kode etik jurnalistik. Apapun yang ditayangkan di media massa (termasuk berita di tv) mempunyai dampak. Dan pelaku dunia broadcast mempunyai tanggung jawab akan hal tersebut.

Kredibilitas sumber berita bukan segalanya. Hal yang lebih penting dari kredibilitas adalah akurasi dan verifikasi. Orang yang memiliki atau dianggap mempunyai kredibilitas, belum tentu memiliki informasi atau data akurat. Sebaliknya orang yang dianggap tidak memiliki kredibilitas, informasinya bisa saja memiliki akurasi tinggi. Faktor orang dalam hal ini, tidak lebih penting dibanding informasi yang disampaikan orang tersebut.
Sumber berita dan wartawan adalah dua hal yang saling membutuhkan. Keduanya seperti ruh dan jasad yang saling melengkapi. Ruh tanpa jasad adalah hantu dan jasad tanpa ruh adalah mayat. Sumber berita tanpa wartawan niscaya tak bisa menyampaikan pesan kepada publik, sebaliknya wartawan tanpa sumber berita juga tidak akan menghasilkan berita.Wartawan mungkin saja bisa menulis hanya berdasarkan asumsi atau pendapat. Namun tanpa sumber, apapun yang ditulis oleh wartawan hanya akan berwujud opini atau karangan pribadi. Sebagai salah satu ruh jurnalistik selain wawancara, sumber berita  merupakan kemutlakan yang tidak bisa ditawar yang harus ada dalam setiap liputan wartawan. Tidak semua orang bisa menjadi sumber berita. Sebagai ruh yang akan menentukan hasil kerja seorang wartawan, sumber berita mestinya ditentukan dan dipilih oleh wartawan ketika akan memulai sebuah liputan. 
Pemilihan dan penentuan sumber berita terutama untuk menghasilkan liputan yang memang berpihak kepada kebenaran salah satu ukuran yang menentukan baik buruknya produk jurnalistik. Sumber berita yang sembarangan hanya akan menghasilkan liputan yang juga serampangan. Dalam beberapa kasus, sumber berita bahkan bisa mendiktekan kepentingannya kepada wartawan. Namun sebagai pemberi informasi, siapa saja dapat dijadikan sumber awal dimulainya liputan. Secara sederhana sumber berita bisa diurai menjadi dua bagian besar. Pertama adalah pemberi atau pemasok informasi dan kedua adalah sumber yang akan menjadi subyek dalam liputan (pelaku, saksi, korban dan sebagainya).
Jika pemberi informasi awal juga terlibat dalam persoalan, ia bisa dimasukkan sebagai sumber liputan. Jika tidak, informasi awal dari pemasok, lazim digunakan hanya sebagai dasar dimulainya peliputan dan bukan titik akhir. Karena sifat liputan investigasi mengungkap skandal atau ketidakberesan yang merugikan kepentingan publik, maka cara paling sederhana mendapatkan sumber pemasok informasi awal adalah dengan mengakses hubungan dengan sumber yang posisinya berada sebagai berseberangan dari pihak-pihak yang akan diberitakan. Mereka biasanya lebih punya banyak motifasi agar informasinya sampai ke puplik melalui wartawan. Satu hal yang paling jelas, informasi dari sumber-sumber awal biasanya bisa dijaring lewat banyak bergaul dengan berbagai kalangan. Pergaulan yang luas akan menghasilkan kedekatan dan meningkatkan daya lobi wartawan. Tidak jarang informasi awal bisa pula diperoleh karena diberikan dengan sukarela, tanpa diminta. Surat kaleng, telepon gelap, dokumen yang dikirim ke redaksi adalah beberapa contoh dari informasi awal yang didapat secara sukarela.
Menentukan sumber untuk liputan merupakan soal yang tidak sederhana. Salah menentukan sumber, bisa berakibat fatal pada liputan. Wartawan yang baik yang teruji mental dan kualitasnya, sejak awal (ketika menerima informasi dari pemasok) akan sudah bisa menentukan siapa saja calon sumber untuk liputannya. Wartawan yang buruk adalah wartawan yang tidak tahu dan tidak bisa menentukan sumber liputan. Ada cara paling sederhana untuk menentukan siapa saja yang harus menjadi sumber liputan. Langkah awal setelah semua informasi (baik yang berbentuk informasi lisan, data atau dokumen) memperoleh verifikasi kebenaran dan akurasinya adalah dengan membuat outline atau semacam ikhtisar berita, lalu diskusikan di redaksi. Langkah ini akan memudahkan wartawan untuk memetakan lebih jelas duduk persoalan dari informasi yang diterima dan akhirnya menentukan siapa saja yang harus menjadi sumber liputan.
Salah satu ukuran dari wartawan yang baik harus sanggup menembus sumber berita siapapun orangnya. Minimal mampu menembus sumber-sumber yang memang berhubungan dengan bidang liputannya. Misalnya, wartawan ekonomi harus bisa menembus sumber-sumber yang berhubungan dengan liputan ekonomi, wartawan politik untuk sumber-sumber politik, dan sebagainya. Persoalannya, tidak semua wartawan mempunyai kemampuan daya tembus, bahkan untuk sumber-sumber yang berhubungan dengan bidang liputannya. Diperlukan keahlian tertentu dan jam terbang yang lama untuk bisa melakukan pekerjaan itu. Salah satunya dengan memanfaatkan jaringan lobi yang sudah dimiliki. Lewat lobi-lobi itulah, wartawan bisa terbantu dalam menembus sumber. Lobi-lobi itu misalnya, bisa melalui teman atau keluarga, sekretaris, dan sebagainya. Kalau tidak memiliki jaringan lobi, yang harus dilakukan pertama adalah membuat permohonan wawancara yang disampaikan lewat surat, email, sms atau telepon. Jika cara ini juga tidak manjur, langkah terakhir yang harus dilakukan wartawan adalah mencegat langsung sumber. Inipun bukan pekerjaan gampang. Selain harus tahu benar jadwal acara, dan kebiasaan sumber, juga dibutuhkan nyali besar untuk melakukannya, terutama jika sumber misalnya adalah orang penting yang punya banyak pengawal, atau dikelilingi birokrat yang berwatak rumit.
Soal jarak, tempat, dan waktu bukan pembenar bagi wartawan untuk tidak bisa menembus sumber. Tidak ada alasan, kegagalan menembus sumber hanya disebabkan oleh keberadaan sumber atau hal-hal teknis yang tidak penting. Misalnya karena berada di luar kota atau harus menghubungi dan mencegat di pagi buta, harus menginap dan menunggu berhari-hari dan sebagainya. Wartawan yang menjadikan jarak, tempat, dan waktu sebagai alasan tidak berhasil menembus sumber adalah wartawan etalase yang hanya duduk di belakang meja dan malas. Wartawan jenis ini mestinya perlu mengkaji ulang profesi sebagai kewartawanannya.
Apabila semua upaya sudah dilakukan, namun sumber juga tidak berhasil ditembus, maka apa boleh buat, itulah serendah-rendah “keimanan” sebuah liputan. Beda persoalannya dengan sumber yang tidak mau buka mulut karena akan ada alasan kepada publik bahwa sumber memang tidak bersedia memberi keterangan walaupun hal itu juga menunjukkan kebodohan wartawan. Sumber yang tidak tertembus adalah persoalan krusial yang bisa berdampak buruk pada liputan. Media yang baik, yang mempertaruhkan profesi jurnalistik dan institusinya tentu tidak akan gegabah menurunkan laporan wartawan yang tidak berhasil menembus sumber.











»»  READMORE...

WISATA

WISATA RAWA AOPA

Biasa dikenal dengan rawa aopa sebagai sentralnya telah menampilkan kehidupan yang lebih amat beragam lagi, baik dari segi fauna maupun dari segi floranya. Untuk jenis satwa bisa dikatakan sangat akrap dengan penduduk karena sudah menjadi sumber bagi penghidupan penduduk setempat. Satwa yang ada seperti berbagai jenis ikan tawar yaitu ikan lele, belut, sepat, dan lain-lain. Selain itu juga ada berbagai jenis burung air seperti pecut ular, bangau, belibis, dan lain sebagainya. Ada juga satwa dari jenis reptilia diantaranya buaya, ular hijau, ular hitam, biawak, dan lain-lain. Untuk jenis mamalia antara lain anoa, babi hutan, babi rusa, dan lain-lain.
Rawa aopa merupakan sebuah cekungan dengan tanah gambut yang merupakan tempat bermuaranya tiga buah sungai besar di Sulawesi Tenggara yakni Sungai Loea, Ladongi, dan Simbune. Selain itu, rawa gambut yang kelihatan luas merupakan daerah tangkapan air. Air rawa tersebut lalu bermuara ke Sungai Konaweeha, yang selanjutnya bermuara di Laut Banda. Sehingga sungai ini telah memasok air minum bagi penduduk Kota Kendari yang saat ini dikategorikan dalam jumlah yang cukup banyak.
Di tengah rawa gambut, ada sebuah pulau yang dinamakan Pulau Harapan II yang dilengkapi dengan sebuah pos jaga yang dapat dialihfungsikan sebagai tempat persinggahan pada saat wisata.
Di tempat itu juga terdapat sebuah jembatan besar yang menyeberangi Sungai Aopa yang berada di tengah-tengah Rawa Aopa dan menghubungkan bagian rawa sebelah timur Kecamatan Angata dengan barat, Kecamatan Puriala, dan Kabupaten Konawe Selatan dengan Konawe sebagai tempat persinggahan pengunjung sekaligus dapat menikmati keindahan panorama alam.
Selai itu juga pengunjung biasa dapat mengunjungi pusat informasi untuk memperoleh informasi tentang apa itu Rawa Aopa dan informasi lain yang dapat ditanyakan langsung di Sekretariat Asosiasi Kerukunan Masyarakat Pelestari Rawa. Kesekretariatan ini juga bisa berfungsi sebagai pusat informasi. Untuk memanjakan pengunjung dalam kesekretariatan tersebut juga terdapat unit usaha kecil-kecilan berupa penjualan makanan/minuman
Kegiatan wisata lainnya yang dapat dilakukan di Rawa Aopa adalah sekedar rekreasi, mengamati berbagai jenis burung, mengamati tumbuhan rawa, penelitian, dan bisa juga dilakukan perkemahan. Fasilitas lainnya yang tersedia bagi pengunjung yaitu jalan, jembatan, dan alat transportasi air berupa perahu baik yang bermesin maupun yang menggunakan perahu dayung.
Tetapi, jika bertolak dari semua keindahan tersebut yang mulai dari fasilitas, kondisi lingkungan dan sebagainya untuk sekarang telah mengalami perubahan drastis. Pengunjung sudah tidak lagi menemukan keindahan seperti dulu-dulunya. Kesemuanya itu  diakibatkan oleh kondisi alam sendiri dan bahkan ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.
Kita bisa bayangkan saja bahwa dulunya untuk sampai ke Rawa Aopa yakni dari Kota Kendari – Ranomeeto – lokasi 80 km dengan menggunakan angkutan umum/bus/ damri/ bahkan carteran atau bisa juga menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi jalan aspal mulus dengan waktu tempuh selama kurang lebih satu jam. Tetapi sebaliknya apabila di adakan kunjungan seperti untuk penelitian telah membutuhkan perjalan bahkan waktu yang lama karena kondisi jalan sudah tidak memungkinkan untuk bisa dilewati.
Kondisi Rawa Aopa dulunya telah bertopografi datar dan berair sehingga mudah untuk mendayung sebuah sampan, tetapi sekarang sangat jarang kalau menemukan tempat yang berair, kalaupun ada semuanya sudah kelihatan mengering. Yang ada dan banyak di temukan  di sekitar Rawa Aopa hanya padang ilalang yang tumbuh dengan subur dan tumbuhan paku-pakuan. Maka dari itu untuk sekarang dan kedepannya sangat dibutuhkan partisipasi dari pemerintah dan pihak-pihak yang merasa sudah tidak menikmati keindahan Rawa Aopa untuk memperbaiki keindahan rawa tersebut.  Apabila dibiarkan kerusakannya secara berlarut-larut, maka keindahan Rawa Aopa akan hilang dari benak kita.

»»  READMORE...

JENIS-JENIS PARAGRAF

    Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama

Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dan kawan-kawan (1985: 70-71) yang mengemukakan empat cara meletakan kalimat utama dalam paragraf, yaitu:
a.    Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
b.    Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengembangkan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus kehal-hal yang umum
c.    Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi, pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
d.    Paragraf tanpa kalimat utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti kalimat utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasanya digunakan dalam karangan yang berbentuk narasi atau deskripsi. (http://adegustiann.blogsome.com)

    Pola Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf mencakup dua persoalan utama, yakni:
1.    Kemampuan merinci gagasan utama paragraf ke dalam gagasan-gagasan penjelas.
2.    Kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan penjelas ke dalam gagasan-gagasan penjelas.
Gagasan utama paragraf akan menjadi jelas apabila dilakukan perincian yang cermat. Perincian-perincian itu dapat dilakukan dengan bermacam pola pengembangan. Pola pengembangan yang dipakai , antara lain ditentukan oleh gagasan atau masalah yang hendak dikemukakan. Misalnya apabila gagasan yang hendak disampaikan itu berupa urutan peristiwa, maka pola pengembangan yang sebaiknya dipilih adalah pola kronologis (naratif) atau proses (eksposisi). Lai lagi apabila masalahnya itu mengenai sebab-akibat suatu kejadian, maka pola yang dipilih adalah pola kausalitas (eksposisi, argumentasi).
1.    Paragraf Narasi
Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan itu. Dalam paragraf narasi terdapat tiga unsur utama yaitu tokoh-tokoh. Kejadian, dan latar ruang atau waktu.
Berdasarkan materi pengembangannya, paragraf narasi terbagi dalam dua jenis, yakni:
1.    Narasi fiksi (narasi sugestif) adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa imajinatif. Contoh: novel dan cerpen.
2.    Narasi non fiksi (narasi ekspositori) adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa faktual, suatu yang ada dan benar-benar terjadi. Contohnya: biografi dan laporan perjalanan.

2.    Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah jenis paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Pola pengembangan paragraf deskripsi antara lain meliputi:
a.    Pola pengembangan spasial adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan atas ruang dan waktu.
b.    Pola sudut pandang adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan tempat atau posisi seorang penulis dalam melihat sesuatu. Dalam pola ini penggambaran berpatokan pada posisi atau keberadaan penulis terhadap objek yang digambarkannya.

3.    Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang memaparkan atau menerangkan suatu hal atau objek. Dari paragraf jenis ini diharpkan para pembaca dapat memahami hal atau objek itu dengan sejelas-jelasnya. Ada tiga pola pengembangan paragraf eksposisi, yakni:

a.    Pola proses
Proses merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau urutan dari suatu kejadian atau peristiwa. Untuk mentusun sebuah proses, langkah-langkahnya adalan sebagai berikut:
-    Penulis harus mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh
-    Penulis harus membagi proses tersebut atas tahap-tahap kejadiannya.
-    Penulis menjelaskan tiap urutan itu ke dalam detail-detail yang tegas sehinnga pembaca dapat melihat seluruh proses dengan jelas.
b.    Pola sebab akibat
Pengembangan paragraf dapat pula dinyatakan dengan menggunakan sebab-akibat. Dalam hal ini sebab bisa bertindak sebagi gagasan utama, sedangkan akibat sebagai perincian pengembangannya. Namun demikian dapat juga terbalik. 
Persoalan sebab akibat sebenarnya sangat dekat hubungannya dengan proses. Bila disusun untuk mencari hubungan antara bagian-bagiannya, maka proses itu dapat disebut proses kausal.
c.    Pola ilustrasi
Sebuah gagasan yang terlalu umum memerlikan ilustrasi-ilustrasi konkrit. Dalam karangan eksposisi, ilustrasi-ilustrasi tersebut tidak berfungsi untuk membuktikan suatu pendapat. Ilustrasi-ilustrasi tersebut dipakai sekedar untuk menjelaskan maksud penulis. Dalam hal ini pengamatan-pengamatan pribadi merupakan bahan ilustrasi yang paling efektif dalam menjelaskan gagasan-gagasan umum tersebut.

4.    Paragraf Argumentasi

Argumentasi bermakna “alasan” yang berarti pemberian alasan yang kuat dan menyakinkan. Dengan demikian paragraf argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan alasan, contoh, dan bukti-bukti yang kuat dan menyakinkan. Alasan-alasan, bukti dan sejenisnya digunakan penulis untuk mempengaruhi pembaca agar mereka meyetujui pendapat, sikap atau keyakinan.
Dalam beberapa hal memang terdapat persamaan antara paragraf-paragraf eksposisi yang telah kita pelajari terdahulu dengan paragraf argumentasi. Persamaan tersebut antara lain bahwa kedua jenis paragraf tersebut sama-sama memerlukan data dan fakta yang menyakinkan. Namun demikian terdapat pula perbedaan yang mencolok antar keduanya.    
»»  READMORE...

DEVENISI WACANA

DEVENISI WACANA MENURUT PARA AHLI

Defenisi wacana menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
    Menurut Hawthorn (1992) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.
    Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya.
    Foucault memandang wacana kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai sebuah praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan.
    Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang memaparkan;
wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang  satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.  Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis.
    Sementara itu Samsuri memberi penjelasan mengenai wacana, menurutnya;
             wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain.  Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.
    Lull (1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. 
    Mills (1994) merujuk pada pendapat Foucault memberikan pendapatnya yaitu wacana dapat dilihat dari level konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan.
            Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.  Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.  Sedangkan menurut metode penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Dari uraian di atas,  jelaslah terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana. 

Defenisi lain mengenai wacana yaitu:
1. STUBBS, MICHAEL: Wacana merupakan kesatuan bahasa yang lebih besar
daripada ayat atau klausa. Dengan kata lain, wacana merupakan unit-unit linguistik
yang lebih besar daripada ayat atau klausa, seperti ertukaran-pertukaran percakapan
atau teks-teks tertulis. Secara ringkas; yang disebut teks bagi wacanaadalah ayat bagi
ujaran.
2.  ASMAH HAJI OMAR: Wacana ialah unit bahasa yang melebihi batas ayat, yang di
dalamnya memperlihatkan hubungan-hubungan dan perkembangan fikiran yang
berurutan seperti ayat, sejumlah ayat, ceraian, perenggan, bab, buku, novel, cerpen,
cerita, dialog, siri buku (cerita) dan sebagainya.
3. HARIMURTI KRIDALAKSANA: Wacana ialah satuan bahasa terlengkap, dalam
hierarki tatabahasa merupakan satuan tatabahasa tertinggi atau terbesar. Wacana ini
direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, ensiklopedia, dan
sebagainya), paragraf, ayat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
4. CARLSON: Wacana ialah rentenan ujaran yang berkesinambungan dan gramatis serta    tersusun rapi.
5. HENRY GUNTUR TARIGAN: Wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi
yang berkesinambungan yangg mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan
secara lisan atau tertulis.
Jenis-Jenis Wacana yaitu:
Leech mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa seperti dijelaskan berikut ini;
1.    Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, seperti wacana pidato;
2.    Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan pada pesta;
3.    Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa;
4.    Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu;
5.    Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.
Berdasarkan saluran komunikasinya, wacana dapat dibedakan atas; wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penutur dan mitra tutur,bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Contohnya yaitu perbualan harian, ceramah, ucapan, hutbah, dan lain-lain. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem ejaan. Contohnya yaitu majalah, buku, nofel, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengungkapannya wacana terbagi dua yaitu:
1.    wacana langsung.
2.    wacana tidak langsung.
Berdasarkan bentuknya, wacana terbagi 3 bagian yaitu:
1.    wacana prosa.
2.    Wacan puisi.
3.    Wacana drama.
Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu wacana naratif, wacana deskriptif, wacana ekspositoris, wacana argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan wacana prosedur.
Hakikat wacana terdiri atas delapan unsur penting, yaitu:
1.    Satuan bahasa.
2.    Terlengkap / terbesar / tertinggi kedudukannya.
3.    Mengatasi ayat / klausa.
4.    Teratur / tersusun rapi / rasa koheren (kepautan).
5.    Berkesinambungan.
6.    Rasa kohesi (kesepaduan).
7.     Dalam bentuk lisan / tulisan.
8.    Mempunyai permulaan dan penutup.
Ciri-ciri wacana yaitu:
1.    Mempunyai koheren (pertautan: ayat dengan ayat, perenggan dengan perenggan lain dan isi dengan isi yang lain).
2.    Mempunyai kohesi (kesepaduan) yaitu ketetapan seluruh isi-isi yang dikemukakan fokus kepada tajuk yang diketengahkan.
3.    Mempunyai tujuan bagi menentukan jenis wacana, penggunaan ayat.
4.    Bermaklumat yaitu tiap-tiap ayat mesti mempunyai maklumat baru yang tidak terdapat dalam ayat sebelumnya.
5.    Diterima khalak atau audiens. Penerimaan tinggi jika pembaca atau pendengar memahami sepenuhnya wacana itu dan mempunyai tujuan yang sama.
6.    Berlandaskan hubungan yaitu penutur dengan pendengar, penulis dengan pembaca.
7.    Mempunyai andaian dan inferens yaitu inferens memberikan maklumat baru kepada andaian.
8.    Mempunyai gaya yaitu bersahaja atau tidak bersahaja, resmi atau tidak resmi, mempengaruhi pemilihan laras bahasa, ayat, penggunaan dialek, dan lain-lain.
9.    Mesti memasukan maklumat yang tidak berlawanan dengan logika akal dan tidak bertentangan dengan   maklumat yang ada dalam ayat sebelumnya.




»»  READMORE...

DEMOKRASI DI INDONESIA

Demokrasi dan Penerapannya Di Indonesia

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan  demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit ada 2 prinsip alam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1.    Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hokum (Rechstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2.    Sistem konstitusional pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi Hukum Dasar) tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas.
Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian, Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Pengertian lain dari Demokrasi Pancasila adalah sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Ciri-ciri dari Demokrasi Pancasila adalah:
1.    Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2.    Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong.
3.    Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4.    Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5.    Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6.    Menghargai hak asasi manusia.
7.    Ketidak setujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat.
8.    Tidak menganut sistem monopartai.
9.    Pemilu dilaksakan secara luber.
10.    Mengandung sistem mengambang.
11.    Tidak kenal adanya dictator mayoritas dan tirani minoritas.
12.    Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
Sisitem pemerintahan Demokrasi Pancasila adalah:
1.    Indonesia adalah negara berdasarkan atas hokum.
2.    Indonesia menganut sistem konstitusional.
3.    MPR sebagai pemegang kekuasaan Negara tertinggi.
4.    Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.
5.    Pengawasan DPR.
6.    Mentri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
7.    Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.
     Fungsi dari Demokrasi Pancasila adalah :
1.    Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara.
2.    Menjamin tetap tegaknya Negara RI.
3.    Menjamin tetap tegaknya Negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional.
4.    Menjamin tetap tegaknya hokum yang bersumber pada Pancasila.
5.    Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga Negara.
6.    Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.   
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaan tersebut menyangkut kehidupan rakyat juga. Meskipun pada umumnya pengertian demokrasi dapat dikatakan tidak mengandung kontradiksi karena di dalamnya meletakkan posisi rakyat dalam posisi yang amat penting, namun pelaksanaannya (perwujudannya) dalam lembaga kenegaraan ternyata prinsip ini telah menempuh berbagai rute yang tidak selalu sama.
Adanya berbagai rute atau pengejawantahan tentang demokrasi itu menunjukkan pula beragamnya kapasitas peranan negara maupun rakyat. Ada negara yang memberikan peluang yang amat besar terhadap peran rakyat yang melalui sistem pluralisme-liberal, dan ada juga yang sebaliknya negara yang memegang dominasi yang jauh lebih besar daripada rakyatnya. Studi politik tentang Dunia Ketiga yang umumnya memperlihatkan lebih dominannya negara daripada peranan rakyat telah melahirkan berbagai konsep yang dimaksudkan sebagai alat pemahaman bagi realitas tersebut. Berbagai uapaya pemahaman dengan memberikan pijakan teoritis itulah telah menunjukkan betapa di negara Indonesia telah terjadi hubungan tolak-tarik antara negara dengan masyarkat dalm memainkan peranannya.
Penting kiranya untuk segera memberikan porsi yang layak bagi pembangunan demokrasi, serta menciptakan suatu kebijakan publik yang mampu mengatur agar simbol-simbol kekerasan tidak digunakan, setidaknya dibatasi, dalam wacana politik. Dan yang terpenting agar penalaran masyarakat tidak diredusir dari esensi menjadi simbol dan menyihir simbol menjadi esensi. Masyarakat perlu diberi ketentraman untuk mengembangkan demokrasinya, bukan dicabik untuk kepentingan politik.
Namun, kini kita menyaksikan kecenderungan yang semakin kuat munculnya publik podium yang bersifat merusak tradisi demokrasi di berbagai wilayah di Tanah Air. Ikatan-ikatan kepercayaan yang dibangun oleh kelompok-kelompok masyarakat cenderung semakin menyempit, meniadakan pentingnya pluralisme. Kecenderungan semacam ini sudah barang tentu mendorong pengerasan batas-batas antar kelompok dalam transaksi politik. Akibatnya, arena publik sebagai arena penyelamatan masyarakat berubah menjadi arena kekerasan politik.
Setidaknya ada dua bentuk model kekerasan politik, yakni kekerasan struktural dan kekerasan kultural. Dalam tataran struktural, kekerasan politik dipahami sebagai hasil hubungan-hubungan sosial atau struktural dimana para pelaku tersebut berada. Nilai dan norma dipandang sebagai imperatif struktural yang terinternalisasi dalam diri individu, sehingga orang berprilaku selaras dengan-atau fungsional terhadap sistem.
    Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini lebih banyak dipengaruhi sistem demokrasi liberal. Demokrasi yang dilaksanakan sekarang ini melenceng dari sistem demokrasi yang dirumuskan para pendiri bangsa dengan Pancasila, yang mengedepankan asas permusyawaratan. Seharusnya, demokrasi yang diberlakukan untuk republik ini adalah demokrasi yang bermoral. Demokrasi harus berpegang pada nilai etika dan agama, tanpa menjadi agama itu sendiri. Pemanfaatan ideologi, tak lebih sebagai kepentingan politik belaka, tetapi pemanfaatan ideologi agama hanya untuk kepentingan politiknya itu sendiri.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, tampaknya sistem politik demokrasi memiliki sumber kekuasaan negara yang cenderung persuasif. Namun, tidak berarti sistem politik bebas dari kekerasan politik, karena di dalam sistem politik demokrasi juga melekat kekerasan struktural, kekerasan memang gejala yang serba hadir.








»»  READMORE...