Senin, 12 Desember 2011

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematic , yaitu ketidak tentuan. Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa ; pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan mereka berkembang.
 Definisi pendidikan secara lebih khusus sebagaimana di kemukakan oleh Ali Saifullah,  bahwa pendidikan ialah suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan , baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif ( daya pengetahuan), affektif ( aspek sikap) maupun psikomotorik ( aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan. Persoalan-persoalan pendidikan tersebut menurut Burlian Somad secara garis besar meliputi hal sebagai berikut : Adanya ketidak jelasan tujuan pendidikan, ketidak serasian kurikulum, ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap, adanya pengukuran yang salah ukur serta terjadi kekaburan terhadap landasan tingkat-tingkat pendidikan.
1.    Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan
Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan seterusnya. Namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn  manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan  yang ada, bahkan terjadi sebaliknya, yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.
2.    Ketidak Serasian Kurikulum
Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran yang beraneka ragam, sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran.
Sehingga pengajaran yang berlangsung kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan  dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.
3.    Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.
Masih banyak di jumpainya suatu slogan yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi” , menunjukkan suatu gambaran betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Pada hal menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya, sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan pribadi-pribadi yang  memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.
4.    Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur.
Dalam masalah pengukuran terhadap hasil belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi, ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif , di mana pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan yang sebenarnya.
5.    Adanya Kekaburan Landasan Tingkat-Tingkat Pendidikan.
Selama bertahun-tahun nampaknya tidak ada yang meninjau kembali tentang penjenjangan tingkat pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.Apakah hasil penjenjangan selama ini di dasarkan atas tingkat perkembangan pisik dan psikis anak didik ataukah sekedar terjemahan saja dari tingkat-tingkat pendidikan yang dipakai umum di seluruh dunia, kalau itu masalahnya, kondisi anak didik kita jelas jauh berbeda dengan kondisi Negara-negara lain didunia, sehingga mustahil apabila harus diadakan persamaan. Ataukah didasarkan atas hasil penelitian empiris, apakah benar bahwa untuk menjadi seorang yang bercorak diri bernilai tinggi itu cukup memerlukan pembinaan selama masa waktu 17/24 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan di sekitar pendidikan kita yang selama ini belum diketemukan jawabannya.

SOLUSI PEMECAHAN TERHADAP PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Dalam menghadapi masalah ketidak jelasan tujuan pendidikan selama ini, perlu segera di rumuskan secara jelas variabel-variabel yang harus dicapai untuk masing-masing jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dalam arti penerapan hasil secara realistis yang dapat di rasakan dampaknya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dalam wacana pencapaian tujuan secara idialistis.
Untuk mengatasi ketidak serasian kurikulum , perlu di hilangkan kesan adanya pengindentikan sekolah hanyalah menanamkan teori-teori ilmu melulu, perlu menghilangkan kesan bahwa pendidikan itu identik dengan pengajaran, perlu meminimalisir kekeliruan langkah dalam pembuatan kurikulum yang kurang berorientasi terhadap kondisi riil pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Demikian pula dalam mengatasi ketiadaan tenaga pendidik yang berkualitas dan yang profesional, perlu merekrut sebanyak-banyaknya tenaga – tenaga dari lulusan lembaga pendidikan dengan keharusan memiliki kecakapan menguasahi ilmu-ilmu yang di perlukan bagi pembuatan standard kualitas minimal, tenaga yang menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan menejement pendidikanyang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih maju.
Syarat lainnya yang harus ada pada diri pendidik minimal, memiliki kedewasaan berfikir, kewibawaan, kekuatan kepribadian, memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang cukup, kekompakan sesama pendidik dalam satu team. Dan lain sebagainya.
Pengukuran dalam bidang pendidikan sangat menetukan  berkualitas atau tidaknya individu peserta didik, hal itu tergantung bagaimana alat ukur yang di pergunakan. Dalam kenyataannya masih banyak alat ukur yang dibuat secara sembarangan tanpa melalui proses standardisasi, sehingga alat ukur tersebut tidak bisa diandalkan, karena tidak valid dan tidak reliabel. Oleh sebab itu perlu membuat alat ukur  yang valid dan reliabel , disertai dengan pemberian nilai-nilai angka seobyektif mungkin tanpa terpengaruh oleh subyektifitas dan rekayasa, hanya dengan cara pengukuran seperti inilah yang dapat menjamin mutu hasil pendidikan yang diharapkan.
Pada akhirnya, untuk mencari solusi terhadap penjenjangan pendidikan , haruslah di dasarkan pada apa saja yang harus dibentukkan pada anak didik, perlu melakukan perhitungan secara seksana dengan melakukan experimen yang matang untuk menemukan fakta-fakta kebenaran baru dalam rangka meninjau kembali penjenjangan tingkat pendidikan yang selama ini di pedomani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar